Selasa, 29 Maret 2011

Kebudayaan Sebagai Pemersatu Bangsa


            Masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural menjadikan Indonesia sangat kaya akan adat istiadat dan budaya. Dari beragam suku-suku di Indonesia, masing-masing memiliki kebudayaan yang menjadi pembeda dari suku-suku lainnya di dunia. Masing-masing suku memiliki pakaian, makanan, tata krama, aturan, adat istiadat dan bahasa yang berbeda. Karena itu semboyan bangsa ini yang berbunyi Bhinneka Tunggal Ika adalah benar adanya, dengan perbedaan yang beraneka ragam tetapi tetap berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia.

           Perbedaan yang sering kita jumpai di sekitar kita adalah penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari. Entah itu masyarakat perkotaan maupun pedesaan, penggunaan bahasa daerah masih banyak digunakan. Sebagai contohnya, di Jakarta yang merupakan sentra dari kegiatan ekonomi dan pemerintahan di Indonesia, banyak di jumpai orang-orang yang masih menggunakan bahasa daerah dalam kegiatan sehari-harinya. Itu semua dapat di maklumi karena banyak penduduk Jakarta yang merupakan perantau dari berbagai daerah di Indonesia. Suku Betawi, Jawa, Padang, Sunda, Ambon, Batak, dan suku-suku lainnya semua berbaur menjadi satu mengais rezeki di ibukota negara ini.

           Dalam hal ini untuk memperlihatkan identitas ke daerahannya, suku-suku tersebut berbicara dalam bahasa daerahnya masing-masing. Sebagai contohnya, bila kita pergi ke pasar tradisional, banyak sesama pedagang yang menggunakan bahasa Jawa maupun Padang untuk berkomunikasi. Lain lagi saat kita sedang menunggu bis di terminal, banyak para supir dan kernet yang menggunakan bahasa Batak dalam berkomunikasi. Itu semua menunjukkan bahwa ada rasa persamaan antara para perantau-perantau tersebut yang mengikat, dengan menggunakan bahasa daerahnya masing-masing, membuat mereka merasa dekat dengan kampung halaman dan mempertahankan kedaerahannya.

           Tetapi hal tersebut tidak selamanya baik, bagi masyarakat yang telah lahir di kota besar yang tidak mengenal apa itu namanya bahasa daerah, membuat mereka kebingungan saat bepergian ke suatu daerah yang menggunakan bahasa daerah lain sebagai bahasa sehari-harinya. Sebagai contohnya, saat orang Padang pergi ke Jawa Timur maka orang Padang itu pasti tidak menggunakan bahasa Padangnya kepada orang Jawa Timur, tapi menggunakan bahasa Indonesia, karena pasti bisa ditebak orang Jawa tidak akan mengerti bahasa Padang, begitu juga kebalikkannya.

          Saat itulah bahasa Indonesia berfungsi secara utuh. Di antara banyak daerah dan pulau di Indonesia dari Sabang di Aceh hingga Merauke di Papua hampir semuanya pasti mengenal bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia menjadi pemersatu antar suku, sehingga saat kita pergi ke pulau-pulau terpencil sekalipun tetapi masih di Indonesia, bisa di pastikan para penduduknya mengenal bahasa Indonesia.
Karena itu dengan lestarinya bahasa Indonesia kita dapat membuktikan pada dunia bahwa di antara banyaknya suku-suku dan keragaman budaya yang ada di negeri ini, bahasa Indonesia dapat eksis dan menjadi alat utama pemersatu bangsa. Sehingga kebanggaan akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia tidak akan pernah pudar.

           
           Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan selalu merujuk pada sederetan sistem pengetahuan yang dimiliki bersama, perangai - perangai, kebiasaan - kebiasaan, nilai - nilai, peraturan - peraturan, dan simbol - simbol yang berkaitan dengan tujuan seluruh anggota masyarakat yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Dipandang dari wujudnya, menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki ide, bentuk dan perilaku. Sedangkan dikaji dari segi unsur, kebudayaan memiliki 7 9tujuh) unsur pokok yaitu sistim kepercayaan, bahasa, sistim ekonomi, sistim sosial, ilmu pengetahuan, teknologi dan sni. Secara sederhana bahwa kebudayaan adalah nilai - nilai dan gagasan vital yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
 
WAWASAN KEBANGSAAN
            Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing - masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.
           Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita - cita bangsa berkembang menjadi wawsan kebangsaan, yakni pikiran - pikiran yang bersifat nasioanal dimana suatu bangsa memiliki cita - cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai - nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiaanya.

Seni dan budaya sebagai media pemersatu bangsa
               Globalisasi telah menjadi kenyataan yang tak terelakan. Dalam konteks percaturan budaya global, kesadaran untuk mempertanyakan isentitas justru semakin besar. Inilah hal yang mengiringi wacana tentang identitas (budaya) dalam globalisasi ini.
               Dalam arus besar ini, kesenian lokal yang sekaligus sebagai corong penanaman nilai - nilai atau konsepsi - konsepsi sebagai satu unsur dalam kebudayaan lokal akan semakin tersisihkan. Apalagi yang terjadi pada generasi muda, kebudayaan barat akan semakin menindih kebudayaan lokal kita dalam diri mereka.
               Maka tidak heran jika sosok yang kita hadapi sehari - hari dilingkungan kita adlaha sosok yang tidak teridentifikasi sebagai anak bangsa ini ( gaya bicara, kosa kata: semisal, “bajingan” dalam satu syair lagu populer, sopan santun, keramh tamahan, pola pikir, cara berpakaian dan lain sebagainya).
              Hal yang harus dilakukan dalam menghadapi ini adalah menumbuhkan kesadaran, bahwa kekuatan lokal dapat sangat efektif untuk bekal memasuki global village (desa global) maupun global culture (budaya global). Kenyataan semacam itu hanya mungkin jika tumbuh kesadaran untuk terus - menerus membangun dialog, baik dalam skala personal maupun komunal, antara yang lokal dan yang global, antara yang traadisi dengan yang modern, dengan tendensi untuk saling melengkapi, dan saling memperkaya.

             Nilai - nilai atau konsepsi - konsepsi yang terhadirkan dalam setiap tampilan kesenian, akan memasuki relung - relung hati setiap manusia yang terlibat dalam peristiwa seni ini (baik itu pelaku maupun penontonnya). Melihat hal semacam inilah maka sudah sangat jelas bahwa kesenian merupakan satu media yang signifikan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan.
             Kemampuan dan kesadaran semacam itu hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki kapasitas knowledgeable artist, seorang seniman yang memiliki kemampuan dan pengetahuan luas. Seorang seniman yang terus memelihara daya kreasi dan semangat inovasi, serta membuka diri terhadap berbagai kemungkinan. Siapapun yang ingin memberikan kontribusi yang berarti bagi kesenian, bagi kehidupan, dan bagi kemanusiaan secara luas, tak ada pilihan lain kecuali menumbuhkan kesadaran bahwa pergaulan global adalah sebuah keniscayaan. Kemudian setelah itu harus memiliki komitmen dan integritas yang dapat dipertanggung jawabkan.

sumber : http://blog.beswandjarum.com/arifzainudin/2010/03/21/budaya-sebagai-pemersatu-bangsa/ & http://anugrahbumi.wordpress.com/2009/10/09/bahasa-indonesia-sebagai-pemersatu-bangsa/